Saifuddin Quthuz Al Malik Al Muzzaffar pahlawan ‘Ain Jalut dan penghancur Mongol
Masa lalu yang menyedihkan |
Peperangan
antara kerajaan Khawarizm di barat Iran dengan kekaisaran Mongol telah
berlangsung lama. Diawali dengan penghinaan yang dilakukan oleh Raja
Khawarizm ‘Alauddin yang membunuh utusan dari kerjaan Mongol, sehingga Genghis
Khan marah dan segera mengobarkan api peperangan dengan kerajaan Khawarizm.
Sultan ‘Alauddin terbunuh dalam peperangannya yang berlangsung bertahun-tahun,
digantikan oleh anaknya Jalaluddin. Ia mewarisi permusuhan dengan kerajaan
Mongol yang belum tuntas. Dan mau tidak mau ia pun harus menghabiskan
hidupnya dengan peperangan melawan bangsa Tartar. 11 tahun masa jabatan Sultan
Jalaluddin, ia sempat putus asa atas semua peperangan ini ditambah lagi
permintaan tolongnya yang tidak digubris oleh kerajaan-kerajaan islam di
Baghdad, Syam dan Mesir. Akan tetapi sepupunya Amir Mamdud terus
mensupportnya agar terus bertahan dalam jihad melawan Mongol ini dan selalu
berhusnudhon kepada saudara-saudara semuslim yang ada di negri yang lain,
bahwa mereka mungkin sedang sibuk kepayahan mengatasi invasi pasukan salib
yang juga tidak kalah bahayanya dari Mongol. Pertempuran terus berkecambuk,
kadang pasukan muslim Khawarizm menang, kadang mereka kalah. Hingga akhirnya
Amir Mamdud gugur di salah satu medan jihad melawan Tartar di usianya yang
masih sangat muda, 30 tahun. Sedangkan ia meninggalkan seorang istri dan
seorang anak laki-laki yang masih kecil. Yang di akhir rangakian pertempuran
panjang antara kerajaan Khawarism dan kerajaan Mongol berakhir dengan
terbunuhnya sultan Jalaluddin pada tahun 627 H dan dengan itu hancurlah
kerajaan Khawarizm, terebutlah wilayah-wilayahnya, tertawan begitu banyak
orang-orangnya, dan salah satu yang menjadi tawanan dan diperbudakkan adalah
anak laki-laki Amir Mamdud. Yang telah menjadi yatim, disempurnakan dengan
kehilangan ibu dan seluruh keluarganya. Sedangkan ia bepindah dari satu
pemilik ke pemilik yang lain. |
Cikal bakal kerajaan Mamalik |
Perdagangan
budak sudah menjadi budaya yang mengakar sejak ratusan tahun yang lalu. Syari’at
islam pun tidak mengharamkannya, akan tetapi mengisyaratkan untuk
memperlakukan budak-budak dengan baik dan menganjurkan untuk memerdekakan mereka. sudah
menjadi adat pada zaman itu bahwa segala sesuatu yang didapatkan di medan
perang, maka itu adalah ganimah yang bisa dimiliki dan diperjual belikan.
Seiring dengan ekspansi wilayah keislaman, bersama itu pula semakin banyak
pula peredaran budak di negri islam. Para
budak-budak ini sebenarnya tidak mempunyai bagian dalam pemerintahan, akan
tetapi semenjak Khalifah Mu’tashim bani Abbasiyah menjabat, ia mulai
menggunakan jasa para budak turki dalam pemerintahan dan militer, apalagi
merek memang memiliki kapasitas dalam peperangan dan administrasi
pemerintahan. Sehingga lambat laun jumlah mereka dalam pemerintahan dan
militer semakin banyak dan banyak tersebar hampir diseluruh kesultanan islam.
Salah
satu sultan yang memanfaatkan kemampuan para budak ini secara massive adalah
seorang sultan Daulah Ayyubiyah Shalih Najmuddin Ayyub, beliau sengaja mengimpor para budak dalam jumlah
yang sangat banyak untuk kemudian dididik dan digembleng sehingga menjadikan
mereka tentara yang terlatih. dan sebenarnya mereka tidak dianggap
sebagai budak, tapi mereka dianggap seperti anak didik sehingga hubungan yang
terjalin berlandaskan cinta dan kasih sayang bukannya paksaan dan tekanan. Mereka ditempatkan disebuah
pulau bernama Roudhoh di tengah sungai Nil. Yang didalamnya ada sebuah kastil yang sangat
besar. Tempat pendidikan berasrama para mamalik. Pendidikan mereka dibagi
menjadi 3 tingkatan; Tingkatan pertama adalah bagi
para mamalik yang belum baligh. Pendidikan mereka dikhususkan untuk penanaman
aqidah yang benar, pengajaran Al Qur’an, adab islami dan diajarkan untuk
senantiasa menjaga sholat. Dan yang turun tangan langsung mengajari mereka
adalah para ulama dan fuqoha. Tingkatan kedua adalah bagi
para mamalik yang sudah baligh. Di sini mereka mulai dididik dengan cara yang
keras, semua dari mereka difokuskan agar bisa menguasai seni dan keahlian
bertarung; dari memanah, berkuda, berenang, menyelam, bergulat dan disisi
lain mereka juga sedikit dibebaskan agar bisa memilih kecenderungan mereka
masing-masing. Pada tingkatan terakhir mereka
benar-benar diarahkan kepada spesialisasi mereka. Tentara, pejabat
pemerintahan, ulama dan spesialisasi-spesialisasi lainnya. Dan mereka yang
sudah lulus akan diberikan sebuah ijazah berupa pemerdekaan diri beserta
pesangon seperti; kuda, pakaian khusus, uang saku, dinikahkan dengan
perempuan yang merdeka dll. |
Quthuz kecil sebagai budak |
Roda zaman terus berputar, banyak dari penduduk Asia
Tengah atau bagian timur wilayah keislaman yang mengungsi akibat serangan
bangsa Mongol kepada kerajaan Khawarizm, sebagian yang lain menjadi tawanan
dan diperjual belikan di pasar-pasar perbudakan di Syam dan Mesir. Dan inilah
seorang bocah bernama Mahmud bin Mamdud Al Khawarizmi perpindah dari satu
kepemilikan kepada yang lain. Kini namanya adalah Qutuz, yang diberikan oleh
orang-orang Tatar. Pemilik pertamanya adalah seorang saudagar kaya. Ia sangat
takjub dengan perangai baik dan akhlaknya yang sangat mulia, sehingga ia jauh
lebih mencintainya dari pada anak kandungnya sendiri yang durhaka. Di dalam rumah saudagar kaya itu ia
mendapatkan kasih sayang sebagaimana yang diberikan oleh orang tua kandung.
Ia pun merasa seakan-akan lupa akan statusnya sebagai budak dan menganggap
diri tak berbeda dengan anak-anak seumurannya yang bebas bermain dan
merasakan hangatnya dekapan orang tua. Di dalam rumah sementaranya itu ia belajar
Al Qur’an, Hadist nabawi dan belajar bahasa arab yang fasih.
Setelah wafatnya ayah angkatnya itu, ia mendapatkan perlakuan yang buruk dari
anak kandung saudagar kaya yang durhaka itu. Akan tetapi Allah takdirkan ia agar dijual kepada saudagar kaya lainnya di
Damaskus sana. Pemiliknya kali ini adalah putra dari salah satu pejabat
tinggi pemerintahan. Dan ia adalah salah satu rekan dekatnya Syaikh ‘Izz ibnu
Salam. Qutuz kecil pun bukan hanya mendapatkan rumah baru, akan tetapi
pendidikan baru dan kehidupan baru yang akan menjadi pintu utama dlam
perjuangan jihadnya melawan pasukan salib. |
Mimpim pembawa kabar gembira |
Pada suatu hari, masih di bawah atap rumah yang sama.
Qutuz kecil melakukan sebuah kesalahan yang membuat ustadz atau murobbinya
marah besar. sehingga ia terbawa emosi dan menampar Qutuz sambil mengeluarkan
sumpah serapah kepada bocah itu, bersamaan dengan itu ia juga melaknat kakek
moyang keluarganya. Kemudian ustadznya bernajak pergi ke tempat kerjanya. Tak
henti-hentinya Qutuz nangis senjadi-jadi, tangisannya pun disertai dengan
teriakan. Seharian penuh ia menangis sampai-sampai ia mogok makan. Majikannya
atau ayah angkatnya tak tega melihatnya terus
menerus dalam tangisannya. Hingga ia meminta kepada Haji ‘Ali, salah satu
orang penting di rumah pejabat itu. “Wahai pak haji, tolong tenangkan anak
ini, lemah lembutlah kepadanya, tenangkan pikirannya dan berilah ia makan”
kata ayah angkatnya sambil memohon. Pak haji Ali pun segera mendekatinya
seraya berkata “Tangisan kaya gini gak pantas buat seorang kesatria,
bagaimana kalau yang menamparmu itu pedang atau busur panah?” “Demi Allah pak
haji, aku nangis bukan karena tamparan ustadzku. Pedang dan busur tak akan
berasa apa-apa padaku” sambil tersedu-sedu ia berucap “Demi Allah aku
menangis karena laknat serapah yang dilontarkan ustadz itu kepada ayah dan
kakek moyangku. Demi Allah sungguh mereka jauh lebih baik dari pada ayah dan
kakeknya!”. Pak haji tambah merasa janggal “Lalu siapa ayah dan kakekmu itu?
Kau bukan lain hanyalah seorang budak berdarah turki, orang kafir anaknya
orang kafir”. Qutuz pun kembali membela sambil menghapus sisa-sisa
tangisannya “Jangan berkata seperti itu pak haji! Bukanlah aku kecuali
seorang muslim bin muslim bin muslim hingga 10 buyutku!! Aku adalah Mahmud
bin Mamdud keponakan dari Khawarizmisyah As Saljuky. Aku yang kelak akan
menjadi sultan mesir dan mematahkan tulang-tulang bangsa Tatar. Pak Haji ‘Ali
pun hanya tersenyum sambil membenarkan perkataannya. Ia tidak tahu bahwa apa
yang ditekadkan oleh bocah kecil itu akan menjadi suatu yang benar-benar
terjadi. Tentunya Quthuz kecil tidak sembarangan mengatakan
kalimat itu, bahwa ia akan menjadi penguasa Mesir dan meluluhlantakan
kekuatan Tartara yang super power. Ternyata dulu ia pernah bermimpi bertemu
dengan Baginda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihiwasalam, kemudian Beliau
mengabarkan kepadanya bahwa kelak ia akan menjadi orang besar yang akan
memimpin Mesir dan mematahkan kekuatan pasukan Tartar. Maka semenjak mimpin itu, ia
selalu berusaha keras untuk bisa merealisasikannya dengan usahanya yang keras
dalam menempa diri. |
Awal dari sebuah perjalanan panjang |
Qutuz terus tumbuh dalam didikan ustadzny dan dibawah
pengawasan syaikh ‘Izz ibnu Salam. Hingga pada suatu hari pasukan salib mulai
melakukan ekspedisinya untuk merebut kembali Baitul Maqdis, mereka berhasil
masuk ke Damaskus karena walikotanya Shalih Ismail lebih memilih tunduk dan
mencium kaki-kaki para salibis. Maka tinggallah para penduduk Damaskus
mengangkat senjata bersama pasukan bantuan dari Mesir, dan Qutuz termasuk
mereka pasukan pembela Damaskus. Semenjak peristiwa perang itu, Qutuz merasa bahwa untuk
mencapai cita-citanya yang luhur itu, ia harus lebih banyak lagi menimba
ilmu, pengalaman dan mengasah kemampuan. Ia tahu bahwa di negri Mesir sana
ada seorang Sultan yang merekrut para budak yang kemudian akan dididik dan
digembleng menjadi seorang prajurit dan panglima islam. Maka ia memohon
kepada ayah angkatnya agar mau menjualnya kepada Sultan Shalih Najmuddin
Ayyub, sehingga ia bisa benar-benar menjadi seorang kesatria islam. Dengan
berat hati majikannya pun melepasnya dengan keyakinan penuh bahwa anak
angkatnya kelak akan menjadi seorang yang menghidupkan agama Allah dan
mengangkat tinggi-tinggi panji kemuliaan islam. |
Karir Quthuz |
Kehidupan
barunya pun dimulai. Di dalam sebuah Qal’ah atau kastil Bersama para mamalik
yang lain untuk dilatih dan disiapkan menjadi kesatria tangguh. Sebenarnya sudah sedari kecil ia telah bersahabat dengan pedang
dan panah, kerasnya medan tempur pun sudah ia rasakan sedari kecil dan keinginan
untuk bisa berjihad di jalan Allah sudah mulai tumbuh semenjak ia masih bermain-main di pelataran kerajaan Khawarizm. Walaupun dulu ia tidak diberi banyak
kesempatan untuk bisa melihat ayahnya, karena aktivitas jihad beliau melawan
Tartar, akan tetapi ia secara langsung mendapatkan Pendidikan dari pamannya,
Sultan Jalaluddin dalam hal peperangan. Sehingga untuk bisa menyesuaikan diri
di dalam atmosfer tempat barunya itu menjadi hal mudah baginya, apalagi
dengan bekal kemampuan seni-seni bertarung yang telah ia pelajari dulu. Maka
darah biru kesultanan yang mengalir dalam tubuhnya ditambah dengan kemampuan
bertarung yang sedari dulu telah diasah, kemudian dia sekarang memfokuskan
diri untuk mengasah potensinya itu. semua factor-faktor pendukung itu menjadikannya dengan cepat menempati posisi strategis dan mengungguli
tentara-tentara yang lain. Dengan waktu yang relatif singkat, kini ia telah
menjabat sebagai asisten sekretaris jendral tentara penjaga Sultan Amir
Aybak. |
Quthuz Wakil Sultan |
Amir Aybak menjadi Sultan mamalik pertama karena Sultan
Shalih Najmuddin jatuh sakit dan meninggal dunia. Kemudian kesultanan
Ayyubiyah digantikan oleh anaknya Turansyah bin Shalih Najmuddin. Para
mamalik sangat loyal kepada Almarhum Sultan Shalih, karena ialah yang telah
membesarkan mereka. Akan tetapi anak dari ustadz mereka, yaitu Turansyah
merendahkan dan tidak menyukai para mamalik. Sehingga para mamalik bersepakat
untuk membunuhnya. Semenjak terbunuhnya sultan terakhir dari bani Ayyub di
Mesir, tidak ada lagi yang menggantikannya selain istri mendiang Sultan
Shalih Najmuddin, Syajaratud Daar. Sehingga ia pun dinobatkan sebagai seorang
Sultan perempuan pertama. Seorang perempuan menjadi pemimpin, itu adalah
sebuah aib besar. sehingga para petinggi kerajaan mendesak Syajarotud Daar agar menikahi salah seorang
mamalik yang memiliki kapasitas memimpin. Ia pun menikahi Amir Aybak.
Pernikahannya dengan Aybak sebenarnya hanya didasari tuntutan, sudah sedari
awal Syajarotud Dar hanya ingin menjadikannya sebagai tunggangan dan ingin
mengendalikannya dari belakang. Akan tetapi seiring berjalannya waktu.
Suaminya sendiri justru memilih jalan pemerintahannya sendiri dan tidak mau
didikte oleh istrinya. Hal itu membuat marah Syajarotud Dar, sehingga ia
membuat siasat untuk membunuhnya. Setelah terbunuh dengan cara tragis, istri
Aybak yang lain pun menuntut qisos atas terbunuhnya suaminya, sehingga hidup
Syajarotud Dar pun berakhir sama tragisnya. Sudah sedari awal Qutuz mempunyai tempat yang sangat
dekat di sisi Sultan Aybak, dan ia termasuk orang-orang yang paling setia
kepada Aybak. Sepeninggalnya Sultan Aybak, para mamalik pendukung Sultan
Aybak menobatkan anak sultan yang masih sangat kecil Nurruddin sebagai Sultan
daulah baru mereka. Sebagian mamalik tidak setuju akan hal itu dan berniat
untuk membaiat salah Amir sinjar sebagai sultan. Akan tetapi para pengikut
setia sultan Aybak tidak membiarkan hal itu, sehingga mereka menawan Amir
sinjar dan para penentang. |
Sultan Saifuddin Quthuz |
Negri-negri islam yang dulu sempat disatukan oleh
Shalahuddin kini kembali berpecah. Bukan hanya perpecahan menjadi
kerajaan-kerajaan kecil saja, tapi juga di dalam kerajaan-kerajaan kecil itu
masih tersebar luas permusuhan dan kehausan akan kekuasaan. Sedangkan di
ujung timur sana, pasukan Mongol telah lama mengintai kondisi umat islam yang
semakin hari semakin memburuk. Dan kinilah tiba saat mereka untuk merangsek
masuk, memangsa umat yang tengah sekarat ini. Qutuz berada pada kondisi yang sangat mengenaskan. semua
petinggi dan pejabat mamalik haus dan rakus akan kekuasaan. Secara garis
besar dalam tubuh kesultanan Mamalik ada dua kubu; kubu Mamalik Sholahiyyah,
para pendukung almarhum sultan Shalih Najmuddin. Mereka menuntut penggantian
sultan yang belum cukup umur itu, bahkan mereka berencana untuk melakukan
kudeta dengan bantuan kesultanan Ayyubiyah di Syam. Akan tetapi Qutuz bersama
para Mamalik Al Mu’izziyah, mereka adalah para mamalik pendukung Al Mu’izz Aybak
dan anaknya yang menjadi sultan dibawah umur berhasil meredam usaha kubu
oposisi itu dengan mudah. Bahkan sultan kecil bersama orang-orangnya
berencana untuk mencabut Qutuz dari jabatannya akan tetapi Qutuz memilih
jalan damai dengan para Mamalik Al Mu’izziyah, dan menyatukan persepsi.
Setelah itu Qutuz beralih kepada pembersihan tubuh Kesultanan Mamalik Mesir
dari semua orang yang memiliki keloyalan kepada Kesultanan Ayubiyyah Syam. 3 tahun
sudah Kesultanan Mamalik Mesir dipimpin oleh seorang bocah kecil yang tidak
tahu apa-apa kecuali bermain. Sebenarnya yang mengendalikannya dalam mengurus
urusan dalam negri adalah ibunya, ini persis seperti apa yang dulu ingin
dilakukan Syajaratud Daar kepada Sultan Aybak. Sebenarnya Qutuz tidak terlalu
mempermasalahkannya, akan tetapi semenjak berdesirnya angin petaka buruk
invasi bangsa Tartar yang telah melumat kekhilafahan bani Abbasiyah dan kini
hanya tersisa kesultanan Ayyubiyah di Syam dan Kesultanan Mamalik di Mesir. Ia pun segera mengadakan rapat darurat
bersama badan syuro’ dan para ulama seperti Syaikh Al ‘Izz bin Salam dan Qodhi
Qudhot badruddin, yang dihadiri pula oleh sultan kecil. Qutuz mengatakan yang
sejujurnya tentang aib-aib Sultan bocah itu, dan meminta izin serta dukungan
untuk melakukan kudeta pada saat yang sangat genting ini. Maka ketika Qutuz menemukan waktu
yang tepat untuk melakukan misi ini, yaitu ketika para petinggi pemerintahan,
Mamalik Sholihiyyah dan Mu’izziyah sedang menghadiri acara berburu bersama di
suatu tempat. Ia menculik Sultan kecil, saudaranya dan ibunya dan menyandra
mereka di sebuah tower kastil. Kemudian ia menobatkan dirinya sebagai Sultan
baru. Dengan sikap ia mengubah susunan kabinet kesultanan khususnya dalam
keadaan darurat ini dan melalkukan beberapa perubahan lainnya. Ketika datang para petinggi
Kesultanan Mamalik, dan mendapati semua perubahan ini, mereka tidak terima.
Akan tetapi Sultan Qutuz mencoba untuk menenangkan mereka “Kita tidak mungkin
bisa mengalahkan mereka kalau kita tidak bersatu dalam kesultanan ini, aku
tidak menginginkan kesultanan. Aku hanya ingin kita bahu membahu menghadang
lawan besar kita ini. Setelah kita membinasakan mereka, perkara kesultanan
aku serahkan kembali kepada kalian”. Akhirnya mereka mau mengiyakan keputusan
Sultan baru mereka. |
Ujung tanduk kesultanan Mamalik |
Sultan Saifuddin Quthuz menaiki
tahta di saat-saat tersulit kesultanan Mamalik Mesir. Bukan hanya dari segi
militer dan politik yang selalu berseteru, tapi juga dalam aspek ekonomi dan
sosial pun juga tidak lebih baik. Akan tetapi masalah-masalah Sultan
Saifuddin Quthuz hadapi dengan penuh hikmah dan ia telah berazam untuk
meninggikan kembali panji kemuliaan islam. Setelah keadaan masyarakat dan
petinggi pemeritahan stabil dengan perkataan Sultan Saifuddin Quthuz, yang bermaksud
hanya menjadi sultan sementara saja. Maka kini tinggal bagaimana
membangkitkan ruh berjihad masyarakat dan jiwa siap berkorban para umara’. Syaikh Al ‘Izz bin Salam dengan
para ulama lainnya tak henti-hentinya mengobarkan semangat jihad, senantiasa
membacakan surat Al Anfal dan At Taubah yang mengingatkan mereka akan
janji-janji Allah, Sultanpun ikut serta ingin
menularkan semangatnya. Sultan terus menyadarkan para petinggi kesultanan
akan jabatan yang akan menjadi tanggung jawab diakhirat dan mengingatkan
mereka akan kebejatan yang telah mereka lakukan atas nama umat islam. Pada saat itu pula Mesir sedang mengalami krisis
ekonomi. Harga-harga barang pokok semuanya naik, sedangkan kas negara sudah
tidak lagi cukup untuk persiapan perang. Sultan Saifuddin Quthuz berniat untuk menarik
pajak darurat dari masyarakat, akan tetapi ingin meminta fatwa dari Syaikh Al
‘Izz bin Salam akan hal itu. Beliau pun mengeluarkan fatwa akan dibolehkannya
hal itu, akan tetapi dengan syarat bahwa pajak yang diambil dari masyarakat
diambil setelah seluruh uang dari baitul mal habis dan semua orang
mengeluarkan pajak setelah para pejabat, saudagar dan pedagang kaya mengeluarkan
harta-harta mereka. Maka Sultan Saifuddin Quthuzpun menuruti fatwa dari
beliau. |
Ancaman kekuatan Tartar |
Dalam 40 hari Baghdad dengan
segala keindahan dan kemajuannya, hancur dan binasa. Hulagu Khan tidak
membiarkan sesuatu apapun berdiri di bumi Banghdad, tak tersisa sedikitpun. Berita
jatuhnya ibu kota dunia, Baghdad di tangan Hulaghu khan bersama tentaranya
menyebarkan aroma kematian kepada setiap pemimpin negri-negri islam. Sehingga
mereka berbondong-bondong mengirimkan utusan perdamaian sambil menyodorkan
kunci-kunci kota mereka. Kecuali hanya 2 kesultanan kecil di Syam dan Turki
yang masih bertahan dan mendeklarasikan jihad. Hingga akhirnya merekapun ikut
dibinasakan. Kini bumi Iraq, Syam dan Turki telah tunduk kepada Kekaisaran
Tatar. Tidak tersisa dari negri islam kecuali Mesir. Sultan Saifuddin Quthuz sangat
paham bahwa kunci kemenangan melawan pasukan Tartar adalah persatuan. Kalau
saja semua kerajaan-kerajaan islam itu bersatu, dari ujung timur ke ujung
barat, maka tidak akan pernah terjadi peristiwa mengenaskan ini. Oleh karena
itu Sultan Saifuddin Quthuz berusaha semaksimal mungkin untuk menyatukan
sisa-sisa kekuatan umat muslim. Setelah ia merampungkan perbaikan
barisan-barisan dari semua lapisan masyarakat di Mesir, ia mulai dengan
merapatkan barisan para Mamalik. Menyatukan kembali antara Mamalik Al
Mu’ziyyah dan Mamalik Shalahiyyah yang sempat kabur melarikan diri ke
kesultanan Ayyubiyyah di Syam ketika mencoba untuk memberontak. Salah satu
pentolan Mamalik Shalahiyyah adalah Ruknud Din Dhahir Bibris, yang dulu
sempat mengkompor-kompori Kesultanan Ayyubiyah di Syam untuk menyerang Mesir.
Sultan Saifuddin Quthuz mengundang para Mamalik Shalahiyyah untuk kembali ke
Mesir menyatukan kekuatan. kedatangan merekapun disambut dengan sangat
meriah, seakan-akan sambutan akan kedatangan sultan baru. Kemudian Dhahir
Bibris dan para Mamalik lainnya diberi posisi yang tinggi di dalam barisan
pasukan islami. Sultan Saifuddin Quthuz juga
mencoba untuk menawarkan persatuan kepada para umara di Syam atau minimalnya kalau
mereka tidak mau memberi pertolongan, jangan sampai mereka menghalangi
pasukan mesir dengan bergabung dengan barisan pasukan Tartar. Seperti Sultan
Nashir Yusuf Al Ayyubi yang sudah ditawarkan bahwa nanti ia yang akan menjadi
Sultan Syam dan Mesir, dan Sultan Qutuz siap untuk mengirim bala bantuan
untuk Syam. akan tetapi ia menolak, dan ketika pasukan Tartar datang ia
justru kabur ke Palestina. Akhirnya pasukan Sultan Nashir bergabung dengan
pasukan Mesir. Kebanyakan dari amir-amir itu menolak ajakan Sultan Saifuddin
Quthuz dan justru bergabung dengan barisan pasukan Tartar, kecuali satu
orang; Amir Manshur di Hammah, ia mengirim pasukannya untuk bergabung bersama
Sultan Saifuddin Quthuz. |
Panggilan Jihad Melawan Tartar |
Setelah meratakan seluruh
kekuasaan di Iraq dan Turki, kini tibalah saatnya bagi Hulaghu Khan untuk
meratakan sisa-sisa kekuatan yang ada di Syam. akan tetapi belulm sempat Hulaghu
menginjakan kakinya di bumi Syam, sampai ia mendengar kabar wafatnya saudaranya
Raja Tartar Manku Khan, yang mengahruskannya untuk segera kembali ke ibukota
Tartar sekarang. Ia pun meninggalkan pasukannya bersama panglima tertinggi
Tartar Kitbuqa dan memberikan bersamanya surat kepada kesultanan Mesir untuk
menyerahkan diri. Hulaghu tidaklah menulis surat
itu sendiri, karena bersamanya ada seorang ulama yang pandai menulis khutbah
sehingga surat-surat yang dikirimkannya kepada sultan-sultan muslim dengan
bahasa arab yang indah dan dengan menyertakan dalil al Qur’an. Ia kirimkan 25
orang untuk membawa surat itu ke Mesir. Sesampainya di hadapan Sultan
Saifuddin Quthuz, ia bacakan isi surat dihadapan para petinggi pemerintahan.
Ia pun meminta pendapat dari mereka tentang apa yang harus mereka lakukan. Sebagian dari mereka ada yang
lebih memilih menyerah kepada pasukan Tartar akan tetapi dengan segera Sultan
angkat bicara, memandang para petinggi dengan mata penuh keimanan “Wahai para petinggi
pemerintahan, sungguh kalian sudah sangat puas menikmatai harta dari Baitul
Mal selama bertahun-tahun dan ogah-ogahan jika diajak untuk berinfak dan
berjihad. Kini tibalah saatnya. Aku akan berangkat berjihad menghadang musuh.
Siapa saja yang memilih jihad, ayo pergi bersamaku dan siapa yang tidak mau,
silahkan pulang kerumah sebagai seorang pengecut. Sungguh Allah maha tahu,
dan orang orang yang seperti itulah telah menginjak-injak kehormatan umat
islam.” Hingga tak terasa air mata pun
mengujur dari kedua matanya yang penuh keikhlasan sambil berucap “Wahai para
pemimpin umat islam, siapa yang akan menjadi penolong agama ini kalau bukan
kita!!! Baghdad, Syam telah binasa. Apakah kita akan membiarkan agama ini
binasa untuk selama-lamanya?”. Perkataan Sultan Saifuddin Quthuz yang berasal
dari lubuk hatinya berhasil masuk kedalam rongga-rongga hati para umara’ tak
tersisa lagi keraguan di dalam diri mereka. Maka keputusan mereka tetap
satu, yaitu maju bertempur hingga titik darah penghabisan. Sebelum mereka menngirim surat
balasan kepada Tartar, atas usulan Amir Bibris untuk membunuh 24 orang utusan
dan menyisakan seorang dengan membawa surat dan kepala teman-temannya ke
hadapan bangsa Tartar. |
Persiapan Perang Ain Jalut |
658 H berangkatlah brigade
pembuka untuk mengecek keadaan wilayah di luar Mesir sekaligus mengumpulkan
berita tentang musuh. Brigade pembuka muslim yang dipimpin oleh Ruknud Din
Dhahir Bibris tanpa sengaja bertemu dengan Brigade pembuka Tartar di Gaza,
palestina. Panglima Bibris mengatur siasat yang dapat mengimbangi keunggulan
mereka dalam mental bertarung. Maka ia atur siasat serangan secara mendadak.
Pasukan Tartar sangat terkejut melihat serangan yang mereka tidak
sangka-sangka. Maka terjadilah sebuah pertempuran yang cukup sengit dengan
kekalahan untuk pertama kalinya ditelan oleh pasukan Tartar, mereka pun
terpaksa mundur. Kemenangan pasukan Mamalik di
Gaza adalah sebuah peristiwa yang sangat penting. Karena itu sangat
mengangkat mental pasukan muslim, dan mematahkan sebuah perkataan yang sangat
masyhur kala itu “Kalau kalian mendengar bahwa pasukan Tartar kalah, maka
jangan pernah percaya itu”. Dengan mata kepala mereka sendiri, mereka melihat
sisa-sisa pasukan Tartar kocar-kacir, kabur ke markaz mereka. Yang sebelumnya
mereka adalah pasukan yang tak pernah terkalahkan. Kali ini tinggal pasukan utama
yang dipimpin langsung oleh Sultan Saifuddin Quthuz menyusuri pesisir laut
Mediterania hingga sampai di kota Akko, yang pada saat itu sedang dijajah
oleh tentara Salib. Memilih tempat di salah satu perkebunan di sana.
Kemudian, Sultan Saifuddin Quthuz mulai mengirim surat kepada pasukan Salib,
memastikan bahwa mereka masih tetap pada perjanjian yang dulu. Yaitu, tidak
ikut campur urusan mereka dengan pasukan Tartar. Setelah memastikan hal itu,
Quthuz melanjutkan perjalanan untuk memilih tempat yang strategis sebagai
medan pertempuran melawan pasukan Tartar. Akhirnya Quthuz berhasil menemukan tempat yang
sangat cocok untuk dijadikan arena pertempuran, lembah Ainun Jalut. Lembah
yang cukup luas dan rata dengan dikelilingi bukit-bukit yang sedang ditambah
lagi pepohonan tinggi yang menutupi bukit-bukit itu menjadikan tempat
persembunyian yang sangat pas sambil memantau pergerakan musuh. Dengan segera Quthuz merapikan
pasukannya, ia menempatkan pada bagian timur lembah garda terdepan pasukan
utama muslim, yaitu brigade Ruknud Din Bibris. Sedangkan sisa-sisa pasukan
yang lainnya ia sembunyikan di antara perbukitan dan hutan-hutan. Merekapun
menunggu kedatangan pasukan musuh sambil terus memantau perkembangan berita
tentang mereka. Strategi yang sudah disusun Quthuz terdiri dari 3
tahapan. Pertama, berperang dengan Sebagian pasukan. Quthuz ingin mengubah cara bertarung Tartar yang
mengandalkan Gerakan cepat dari kuda-kuda yang gesit, menjadi perang jarak
dekat. Kemudian setelah Gerakan pasukan Tartar terhenti, Quthuz mengeluarkan
pasukan kaveleri berkuda muslim yang menyambar mereka dengan cepat, kemudian
ikut berperang Bersama pasukan infantry. Quthuz sangat paham gaya bertarung pasukan Tartar,
yang menjadikan mereka bisa menang dalam detik-detik pertama. Yaitu dengan
mengandalkan pasukan kaveleri berkuda dengan serangan cepatnya yang
mematikan. Sedangkan pasukan muslimin sangat terkenal dengan gaya bertarung
klasik jarak dekat, yaitu dengan beradu pedang antar pasukan infantry. Kedua, memancing mereka ke dalam jebakan. Disaat perang berkecambuk, sisa-sisa pasukan berkuda
mundur dan menampakkan diri bahwa mereka telah kalah. Sekaligus memancing
pasukan musuh masuk ke lembah Ain jalut. Keempat. Menutup pintu masuk dan mengeluarkan semua
pasukan yang bersembunyi untuk menghabisi mereka sampai keakar-akarnya. Rencana telah disusun, kini tinggal menanti si
mangsa masuk kedalam perangkap tikus. |
Perang ‘Ain Jalut |
25 Ramadhan 658 H Pertempuran yang sangat menentukan keadaan dunia
berlangsung. Perang berjalan sesuai rencana sejak detik-detik
awal. Serangan cepat dan kuat dari pasukan Tartar seperti biasa menghantam
pasukan infantry muslim. Pergerakan kuda-kuda Tartar pun terhenti, sehingga
mereka terpaksa bertempur dengan gaya klaasik, jarak dekat yang sudah sangat
dikuasai pasukan muslim. Pasukan Mongol mengeluarkan seluruh kekuatannya,
hingga penguasaan pertempuran condong ke pihak Mongol. Sayap kanan pasukan
Mongol semakin merangsek menekan sayap kiri pasukan muslim. Sekaranglah saatnya untuk melancarkan tahapan kedua.
Pasukan infantry muslim menampakkan kekalahan mereka dan mulai kabur
meninggalkan area bertarung. Yang menjadikan pasukan kaveleri Mongol semakin
beringas mengejar mereka. Sudah sejak awal Quthuz memperhatikan jalannya
pertarungan dari salah satu bukit di lembah Ain Jalut. ketika pasukan Mongol masuk kelembah Ain Jalut,
dengan segera Quthuz memacu kudanya turun dari atas bukit sambil melemparkan
pelingung kepalanya ke tanah, mengisyaratkan kepada para pasukannya bahwa
mereka datang ke sini untuk mencari kesyahidan. Kemudian ia berteriak dengan
suara yang menggetarkan langit “وااسلاماه” bersamaan dengan itu keluarlah
semua pasukan dari persembunyiannya. Mereka terus bertempur tanpa takut mati,
hingga kuda Sultan Saifuddin Quthuz terbunuh, dan ia masih terus bertempur
dengan berjalan kaki. Setelah perang gelombang kedua berkecambuk, sekaranglah
waktu yang tepat untuk mengeluarkan kartu AS pasukan muslim. maka keluarlah
pasukan berkuda inti yang dipimpin oleh Dhahir Bibris. segera pasukan
kavelerinya berpisah menjadi tiga bagian, dan masing-masing bagian menyambar bagaikan
kilat pasukan Tartar. Menjadiakan mereka kehilangan keseimbangan dan
kesadaran mereka. Seketika pasukan Tartar porak poranda menelan kekalahan
telak. Di tengah luluh lantanya
pasukan Tartar, terlihat komandan tertinggi mereka, Kitbuga tanpa sadar ia
mengayunkan pedangnya menebas angin kesana kemari. Rupanya ia menjadi sinting
setelah serangan yang dalam hitungan detik melumat pasukan Tartar yang
katanya tidak terkalahkan. Maka segera pasukan muslim mengamankan komandan
Kitbuqa dan membawanya kehadapan Sultan Saifuddin Quthuz. “Inilah orang yang
telah menumpahkan darah-darah manusia, mengahcurkan rumah-bangunan dan telah
mengumbar janji palsu keselamatan. Lihatlah dirimu, kini kau berada dalam
tawananku” kata Quthuz melihat Komandan mengenaskan itu. “Jangan sombong kau!
Ini baru kemenangan sekali. Ketahuilah, kekuatan Hulagu Khan 300 kali
melebihi kekuatanku. Jika sampai kabar terbunuhnya aku, maka bersiaplah
kalian dengan kemarahan Hulagu Khan yang akan melumat kalian semua” kata
Kitbuqa yang sadar bahwa hidupnya tak lama lagi. Sedikitpun Quthuz tidak
gentar dengan hinaannya, dengan segera ia memerintah parajuritnya untuk
memenggal kepala jendral biadab ini. |
Quthuz Sultan yang mati terdholimi |
Setelah kemenagan besar yang
didapatkan Pasukan Mamalik Mesir. Sultan Saifuddin Quthuz memberi mandat
kepada Panglima Dhahir Bibris untuk melanjutkan pembersihan Syam dari segala
sesuatu yang berbau Tartar hingga orang-oang yang dulu loyal dan sempat
membantu Tartar harus dimusnahkan. Sementara itu Sultan Saifuddin
Quthuz pergi menuju Damaskus dan mendapat sambutan yang sangat meriah dari
penduduk kota. Maka lengkaplah wilayah Syam masuk kedalam kekuasaan Mamalik,
Kemudian Sultan Saifuddin Quthuz mencoba untuk menstabilkan keadaan di Syam,
dengan mengembalikan para umara ke wilayahnya masing-masing, walaupun
sebagian dari mereka ada yang justru menolak untuk dimintai bantuan dan
justru bepihak kepada pasukan Tartar, Sultan Saifuddin Quthuz tetap
mengembalikan wilayah kepadanya. Di sini menunjukan bahwa perhatiannya yang
sangat penuh terhadap persatuan umat, dan kehati-hatiannya untuk memadamkan
adanyabenih-benih pemberontakan. Sultan Saifuddin Quthuz mengira
bahwa semua api penyulut permusuhan telah padam dan kehidupan telah
berlangsung damai. Ternyata, tidak sepernuhnya seperti itu. di saat Sultan
Saifuddin Quthuz berniat untuk kembali Cairo, mesir. Dan di sana masyarakat
telah besiap menyambut kedatangannya atas kemenangan besar yang menyelamatkan
dunia. Akan tetapi, tidak di sangka-sangka di tengah perjalanan menuju Cairo,
di salah satu kota kecil di Mesir. Pasukan Mamalik telah berpencar menuju
batalionnya masing-masing, tinggallah Sultan Saifuddin Quthuz dengan beberapa
penjaganya masih melanjutkan perjalanan menuju ibukota. Dia berniat untuk
beristirahat di dalam sebuah tenda. Hingga sekelompok orang dari rekan-rekan
seperjuangannya yang telah sepakat untuk melakukan sebuah makar datang ke
tenda itu. dalang dari makar itu adalah orang kepercayaannya sendiri, Dhahir
Bibris. lalu mereka mencoba menjauhkan para penjaganya dari sultan. Kemudian
Dhahir Bibris meminta izin untuk masuk tenda, setelah diizinkan ia masuk
seraya berkata “Wahai sultan, atas semua kerja keras yang telah tuai
hasilnya, apakah boleh untuk diri saya sendiri seorang budak dari perempuan
mongol?” dengan senang hati Sultan mengabulkan permintaannya. Kemudian Bibris
ingin berterimakasih kepada sultan dengan mencium tangannya. Ia pun
membungkuk, dan segera memegang tangan sultan menggenggamnya dengan kuat,
agar sultan tidak bisa bergerak. Itu adalah isyarat bagi rekan-rekan
Mamaliknya yang lain untuk menyambutnya dengan sergapan dan ayunan pedang
menebas tubuh Sultan Saifuddin Quthuz yang pasrah tidak bisa bergerak. Sultan
pun meninggal, terbunuh dengan cara dholim oleh rekan-rekannya sendiri. Penyebab pembunuhan itu selain
ketamakan akan kekuasaan yang ingin di dapatkan Dhahir Bibris adalah juga
karena dendam kesumat yang sudah sedari dulu membara di dalam dirinya.
Pasalnya Quthuz pernah terlibat dalam pembunuhan gurunya, Aqthai atas
perintah Sultan Aybak beberapa tahun silam. |
Komentar
Posting Komentar